Suatu
Wasiat Kepada Diri Sendiri
=
Urip kuwi mung sa’kedhipan moto ( hidup ini hanya
sekejapan mata ), lebih cepat dari pada cepatnya sekelebatan pedang. Hidup di
bumi hanya untuk mampir minum, saat orang melakukan perjalanan panjang. Dunia
itu kecil, bahkan amat sangat kecil. Dunia bisa dimasukkan ke hati seseorang,
bila hati orang itu disemayami Tuhan. Tuhan itu dhohir (nyata),tidak Maha gaib
dan dalam manusia itu tersimpan rahasia-rahasia kegaiban.Semua yang ada
dibumi,yang ada dihadapan manusia adalah wujud Allah. Itu semua adalah tajalli-
Nya. Allah dan manusia saling
bertajalli
bila kasyaf telah tersibak. Mukhasafah dan musyahadahmukasyafah.
adalah ilmu tertinggi
Allah untuk manusia yang di kehendaki-Nya. Dalam diri manusia dilembari bahan
baku
=
Saat
Musa AS bertajalli pada Allah di Bukit Tursina adalah hakikat Allah haqqul
– wujud Allah mengikuti
manusia, menjadi mata, telinga, lisan, tangan dan kaki para hamba-Nya. Allah
melebur dalam amanah di harta, istri / suami, anak, sawah, kebun dan pangkat/
derajat/ kemuliaan manusia. Milyaran cahaya yang ada di dunia adalah gerak-
ilahi. Cahaya- cahaya itu adalah yang dhohir
dan jelas
serta bisa dinikmati manusia, tetapi seluruhnya tetap milik Allah. Rejeki,
jodoh dan kemuliaan seseorang adalah garis–garis-Nya. Manusia berada dalam
maksimalitas ikhtiar, dan keputusan terakhir tetap ada di Hakim Langit, akan
tetapi, manusia harus berjuang sekeras-kerasnya agar panjang umur, kaya raya
atau mendapatkan jodoh yang baik.
=
Adam
AS bertajalli
di Arasy, Nuh AS di perahu, Isa AS di rahim Maryam, Yusuf AS di penjara dan
Rosulullah SAW di Gua Hira, adalah hakekat bahwa Allah ternyata berada di
tenggorokan manusia. Luasnya dunia tak lebih lebar dari rahim Maryam, perahunya
Nuh AS atau luasnya Gua Hiro. Dunia itu sempit, asing, kotor dan kumuh, maka
tugas Muhammad (yang ada di kita)-lah yang harus memperluas, membersihkan dan
mensurgakan dunia ini. Bumi itu adalah tubuh kita. Dalam jasad (tubuh) ini,
kita harus mati, untuk hidup sesudah mati di keabadian yang
tidak azali dalam bingkai cahaya Tuhan. Dunia adalah keranda kematian, sebagai
kendaraan manusia yang mati tapi untuk hidup lebih panjang di pangkuan Tuhan
(setelah mati dalam hidup).
=
Bukit
Thursina (tempat Musa AS bertajalli) adalah Puncak Sin (huruf Sin),
karena THUR artinya Puncak. Musa AS adalah pengikut Muhammad (meski Musa AS
lahir ribuan tahun sebelum Muhammad-Rosulullah), maka Musa AS bertajalli
pada-Nya atas “restu” Rosulullah SAW. Dan SIN (dalam THURSINA itu) tiada lain
adalah Muhammad-Rosulullah. Sedangkan Musa dan Muhammad hakekatnya berada
lekat di ruh kita semua. Maka itu,’kita semua harus terus menerus bertajalli
pada Allah, sebagaimana Musa bertajalli di Bukit Thursina dan Rosulullah
bertajalli di Gua Hira’.
=
Saudaraku,
hidup hanya sekedipan mata, dunia ini sempit dan bisa dimasukkan ke hati kita,
semua yang kita punya adalah amanah Allah, jabatan/ harta/
anak/ istri/ suami/ dll hanyalah fatamorgana, dan tujuan kita hidup adalah
asyik di PANGKUAN TUHAN. Padang spiritualitas, itulah yang sedang kita lewati.
Kita mandi cahaya di danau spiritual. Cahaya Ilahi kita balurkan ke seluruh
tubuh ruhani kita. Kita berenang di samudera bintang-gumintang yang
berkerlap-kerlip membasahi terangnya ruh, jiwa dan aura kita.
=
Saudara-saudaraku,
di wejangan (untuk diri sendiri) ini, saya hanya berpesan dan berwasiat (kepada
diri sendiri), bahwa kehidupan di dunia ini, kita, sesungguhnya tidak ada. Yang
ada dalam hidup kita ini adalah/hanyalah
asma’
‘adhom Allah semata.
=
Harta/pangkat/jabatan/gelar/anak/istri/suami/rumah
mewah/kebun/mobil mahal dan apapun yang
kita punya, hakekatnya hanyalah pantulan se-per-kian trilyun Cahaya
Allah. Itu semua adalah garis-garis yang telah dipatri Allah
di Lauhil-Mahfud. Kita punya rencana/bisa, Allah punya kuasa.
Tapi Allah sangat bangga pada manusia yang keras berikhtiar untuk merubah
nasibnya. Karena, Allah menyukai manusia yang berjaya menguasai dunia.
Dunia tempat kita harus mati dalam hidup.
=
Hidup
kita adalah menuju kesempurnaan. Tidaklah seseorang menjadi sempurna bila tidak
mengenal dirinya dan tidak mengetahui asal-muasal kejadian awal penciptaan
(alam dan dirinya) oleh Allah SWA. Apa sesungguhnya yang Allah SWT ciptakan
paling awal?. Simaklah perkataan Abdullah bin Abbas : “Ya Rosulullah, apa yang paling awal (mula-mula)
Allah SWT ciptakan?”. Rosulullah SAW menjawab: Sesungguhnya sebelum Allah SWTl
menciptakan segala sesuatu, Dia ciptakan Nur (cahaya) nabi-mu.
= Roh Nabi (Nur
Muhammad) adalah yang paling awal diciptakan, sebagaimana kata Syech Abdul
Wahhab Sya’roni: Bahwa Tuhan menjadikan Nabi Muhammad SAW dari Zat-Nya dan
menjadikan ruh alam semesta dari NUR MUHAMMAD.
= Maka nyatalah bahwa
Allah SWT menciptakan ruh alam semesta adalah dari Nur Muhammad. Dan Allah
menjadikan “batang” tubuh adalah dari Adam,
sebagaimana sabda Rosulullah SAW: Aku adalah BAPAK dari segala ruh dan nabi
Adam adlah BAPAK dari seluruh “batang” tubuh
= Dan bahwasanya juga
Nabi Adam diciptakan dari tanah, seperti Firman Allah SWT : Aku jadikan manusia (ADAM) dari tanah (dan
tanah itu dijadikan dari Nur Muhammad)
= Setelah kita
menyakini bahwa kita tercipta dari NUR MUHAMMAD dan “batang” tubuh kita dari
ADAM, maka masukkanlah NUR MUHAMMAD dan
ADAM itu ke roh kiita, maka Insya Allah, kita akan melihat makrifat ZAT
WAJIBUL WUJUD kita yang suci (dengan sendirinya).
=
Tubuh
kita, yang terdiri dari NUR MUHAMMAD dan ADAM , dan kita, dalam wujud kasar,
tentu tak dapat “melihat” Allah karena kefanaaNya. Tak ada jalan lain, kita dapat
melihat ALLAH tentu harus dengan NUR MUHAMMAD. Dengan kita selalu mewujudkan
NUR MUHAMMAD dalam diri kita, maka ALLAH
akan selalu dalam diri kita maka akan terkuaklah rahasia dan hakekat
pengasih, penyayang, mendengar, berkehendak; yang datang dari NUR MUHAMMAD itu,
sebagaimana Firman Allah SWT: Sesuatu yang datang padamu, yaitu HAQ, itupun
dari Allah yaitu NUR. Dan Firman Allah SWT: Sesuatu yang datang padamu, yaitu
HAQ dari Allah/Tuhanmu (yatiu NUR)
= Betapa tingginya
maqom (stasiun hati) di atas, yang telah dicapai para nabi/rasul Allah dalam
mengenal Allah (makrifatullah) sehingga menenpatkan derajat kedekatan (al-qurb)
dan penyatuan (al-wishol) mereka pada-Nya. Namun hal tertinggi dalam maqom itu
tetap ada pada Rosulullah SAW (Nur Muhammad), sebagaimana yang termaktub dalm
Hadits Qudsi; yang artinya:
“Aku jadikan ENGKAU karena AKU. Dan Aku jadikan seluruh
alam Semesta ini dengan kebesaranmu ya Muhammad…..”
= Sabda Rosullah SAW:
Aku dari Allah dan seluruh orang mukmin adalah dari aku.
=
Oleh
karena kebesaran NUR MUHAMMAD maka
seluruh manusia hendaklah meyakini dan menghayati keagungan CAHAYA MAHA CAHAYA
MUHAMMAD tersebut. Jadikan ia sebagai
pegangan dalam menjalani rel hidup guna menghindarkan diri dari segala dosa dan maksiat. Sehingga, kita
bisa menemukan HAKAEKAT DIRI (Jati Diri), yang ber-selimutkan NUR MUHAMMAD.
Syech Abdur Rauf berkata: “hakekat JIWA
berasal dari NUR MUHAMMAD yang merupakan SIFAT. Hakekat SIFAT
yaitu ZAT-Nya yang BAQA;. ZAT ini bukan HAYYUN, akan tetapi GHAIRU.
Sebagian jumhur ulama berkata; “Asal-muasal DIRI itu adalah ROH.
Saat ROH
berada dalam tubuh maka disebut JIWA. Saat ROH keluar-masuk disebut NAPAS.
Saat SROH mempunyai kehendak, disebut HATI,
dan saat ROH menginginkan sesuatu, disebut
NAFSU. Saat ROH memilih sesuatu, disebut IKHTIAR,
saat percaya
sesuatu disebut IMAN dan saat ROH berbuat
sesuatu, disebut AKAL. Adapun POHON AKAL disebut ILMU.
Akhirnya, dalam ILMU inilah sesungguhnya JATI DIRI manusia bersemayam, letak
DHAHIR (WUJUD- ALLAH dan SABDA RASULULLAH (NUR MUHAMMAD) “menyatu” dengan
“diri” manusia. Piranti-piranti itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lain dan yang meletakkan
manusia sebagai makhluk TERMULIA di alam semesta raya ini. Simaklah sabda
Rasulullah SAW: Dhahir (wujud) Tuhan itu dari batin hambanya.
= Dhahir/wujud/ada-nya
Allah SWT sesungguhnya bermula dari BATIN manusia. Allah SWT mengikuti
“persangkaan”dan kemauan si batin manusia sendiri. Simak juga Sabda Rasulullah
SAW: Barang siapa yang mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya.
= Dalam kita membahas
hakekat JATI DIRI manusia, maka kita akan mengenal 3 hal, yaitu:
PERTAMA
:
Kita harus mengetahui asal-muasal
diri kita (yang telah dibahas terdahulu di atas)
KEDUA : Kita harus MEMATIKAN diri kita sendiri,
sebagaimana Sabda Rasulullah SAW: Matikanlah (dirimu) sebelum kematian sendiri.
TAFSIR: Pengertian MEMATIKAN di atas, mengandung hakekat agar kita WALA
QADIRUN, WALA ‘ALIMUN, WALA HAYYUN, WALA MURIDUN, WALA SAMI’UN, WALA BASYIRUN,
WALA MUTAKALLIMUN (Tidak Kuasa, Tidak Mengetahui, Tidak HIdup, Tidak
Berkehendak, Tidak mendengar, Tidak Melihat, Tidak Berkata-kata). Bahwa kita
“mati”, tidak mampu berbuat apa-apapun. Kita “nol”/”kosong”/”tak berdaya
apa-apa”. Yang BERKUASA, MENGETAHUI,
HDUP BERKEHENDAK, MELIHAT, MENDENGAR, dan yang BERKATA hanya Tuhan. Hakekatnya,
manusia telah FANA’ dalam wujud dan maujud Tuhan (AHADIAYAH) melalui ILMU, yang
DHAHIR TUHAN dan SABDA Rasulullah saw (nur muhmmad) “MENYATU” DALAM DIRI
MANUSIA (BERSAMA Tuhan). Dalam ilmu akan QADIM segalanya.
KETIGA : Kita harus menghayati SIRR TUHAN (masuk
dalam RAHASIA ALLAH)—Maqom al Wishal, dalam wujud Tuhan (bersama manusia).
Penghayatan ini
haruslah diketahui dengan benar agar
kita tidak terjerumus dalam dosa.
Untuk mencapai SIRR
ALLAH harus tidak ada dosa. Dan pula harus menggunakan ILMU, puncak dari segala
puncak untuk makrifatullah (sirr Allah) antara kita dan Allah SWT.
Sebagaimana Firman Allah SWT.: Manusia
adalah rahasia-Ku dan Aku adalah rahasia manusia.
Firman Allah SWT:
Manusia adalah rahasia-Ku, dan rahasia-Ku adalah sifat-Ku, tiada lain dari-Ku
Dalam SIRR TUHAN maka apa-apa yang dilakukan manusia:
napasnya, kehendaknya, hatinya, gerak kaki/tangannya, perkataannya dan seluruh
perbuatannya adalah irodah dan qadiran (kehendak dan kuasa) Tuhan,
sebagai wujud ahadiyah manusia dan Tuhan. Seperti Firman Allah SWT : Dan Dia
selalu bersamamu sekalian.
Tuhan bersamamu
seakan/bagaikan warna-hitam dan putih pada mata manusia. Tuhan selalu bersama yang
NAMPAK dalam alam semesta ini, seperti Sabda Rasulullah SAW.: Barang siapa
melihat sesuatu maka dilihatnya Tuhan di dalamnya.
Sayyina Abu Bakar RA
berkata: Tiada aku melihat sesuatu kecuali aku melihat Tuhan (disitu)
sebelumnya. Sayyidina Utsman Bin Affan RA berkata: Tiada aku melihat sesuatu
dan aku melihat Tuhan bersamanya. Dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA juga
berkata: Tiada aku melihat sesuatu dan aku melihat Tuhan padanya.
Dari dalil-dalil di
atas, nyatalah bahwa hakekat segala sesuatu yang terlihat di alam semesta,
Tuhan selalu ada bersamanya. Tuhan selalu “menyatu”(intrinsik) dan inner
dengan segala sesuatu yang nampak/dhahir.
=
Sesungguhnya,
“martabat” Tuhan terdiri atas 3 hal, yaitu:
1.
AHADIYAT,
yakni ZAT TUHAN
2.
WAHDAH, yakni
SIFAT TUHAN
3.
WAHDANIYAH,
yakni AF’AL TUHAN ( QODIM DAN AZALI )
=
Adapun
“ martabat” alam (hamba / yang tercipta) terdiri atas 4 hal, yaitu :
1.
ALAM
RASUL
2.
ALAM
MISAL
3.
ALAM
AJSAM
4.
ALAM
INSAN
= Manusia ( Muhammad
)adalah makhluk tuhan yang bermartabat di posisi WAHADIYAH, yakni berada pada
AF’AL TUHAN, yang QADIM / AZALI (NISCAYA ). Nama Muhammad adalah sesuatu yang
suci dengan sendirinya karena ada AF’AL TUHAN
= Nama Tuhan dalam
tubuh kita terwujud dalam kelima jari:
1.
Kelingking
adalah huruf ALIF
2.
Jari
manis adalah huruf LAM AWAL
3.
Jari
tengah adalah hurufLAM AKHIR
4.
Telunjuk
dan ibu jari adalah huruf HA
=
Perlu
diketahui bersama bahwa dalam diri manusia terdapat NAPAS yang merupakan unsur
ANGIN. TIDUR ( mati – kecil ) yang terjadi pada manusia adalah wujud AIR dan
DARAH Adalah unsur API.
= Adapun nama Muhammad
pada tubuh kita tetap terdiri dari 4 ( empat ) huruf juga, yaitu :
1.
KEPALA
adalah huruf MIM AWAL
2.
TUBUH
dan TANGAN adalah huruf HA
3.
PINGGANG
adalah huruf MIM AKHIR
4.
KAKI
adalah huruf DAL
allah lah yg zahir dan batin......allah lah yg bertajalli bukan nabi, manusia atau mahluk ciptaan .......hakekatnya mahluk itu tidak ada , tapi dialah yg esa yg mengadakan mahluk........jadi bagaimana mungkin mahluk atau yg diadakan bisa bertajalli
BalasHapusTERIMAKASIH MAJU TERUS PANTANG MUNDUR
BalasHapusIni pengetahuan untuknjatidiri yang harusnya manusia mempelajarinya , tapi debagian besar para allim ulama kita malah malahbmenjauhkan ajaran ini untuk umat karena dia sendiri dudah kalah dengan hawa nafsu
BalasHapusIni pengetahuan untuknjatidiri yang harusnya manusia mempelajarinya , tapi debagian besar para allim ulama kita malah malahbmenjauhkan ajaran ini untuk umat karena dia sendiri dudah kalah dengan hawa nafsu
BalasHapus